Produk kosmetik halal memang sedang banyak dicari 5 tahun belakangan. Masyarakat jadi lebih waspada dengan produk-produk yang dikonsumsi dan digunakan, tidak terkecuali produk kecantikan.
Untuk menanggapi antusiasme masyarakat, produsen kosmetik-mulai dari merek besar hingga merek kecil- berlomba-lomba menghasilkan produk kosmetik halal. Maka, mendapatkan label halal tentu adalah langkah pertama.
Mendapatkan predikat sebagai produk kosmetik halal tentu bukan hal yang mudah. Pihak Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) memiliki prosedur ketat.
LPPOM MUI sebagai lembaga yang ditunjuk untuk mengeluarkan sertifikasi halal, menekankan bahwa halal tidak hanya terpaku pada produk jadi. Akan tetapi termasuk juga proses produksi, hingga alat-alat produksi yang digunakan.
Hal ini membuat asumsi di kalangan produsen kosmetik bahwa mendapatkan label halal adalah hal yang sulit dan rumit. Mengingat label halal bisa digunakan untuk jangka empat tahun, tentu hal tersebut sebanding dengan proses pengurusannya.
Untuk produk kosmetik, baik LLPOM MUI maupun Badan Pengawasan Obat dan Makanan memiliki standar bahan-bahan yang tidak boleh atau dilarang untuk digunakan. Atau dalam kasus tertentu, boleh digunakan sesuai dengan ambang batas yang telah ditentukan.
Sebelum masuk ke bahan-bahan apa saja yang bisa menyebabkan produk kosmetik menjadi haram, simak terlebih dahulu alur dan syarat pembuatan sertifikasi halal.
Agar Produk Kosmetik Halal, Ini Alur Pengajuannya
Syarat
Untuk usaha yang ingin mendapatkan sertifikasi harus menyiapkan beberapa dokumen, antara lain:
1. Manual Sertifikat Jaminan Halal yang mencakup 11 kriteria
2. Diagram alur proses produksi untuk produk yang disertifikasi. Diagram alur cukup satu untuk mewakili setiap jenis produk, tidak perlu seluruh produk.
3. Pernyataan dari pemiliki fasilitas produksi bahwa fasilitas porduk (termasuk peralatan pembantu) tidak digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk halal dan produk yang mengandung babi/turunnya.
4. Daftar alamat seluruh fasilitas produksi yang terlibat dalam aktivitas kritis.
5. Bukti diseminasi kebijakan halal ke semua stake holder.
6. Tanda bukti pelaksanaan pelatihan
7. Bukti pelaksanaan audit internal.
8. Izin legal usaha yang diperlukan, seperti Nomor Induk Berusaha, dan surat keterangan dari kelurahan.
9. Sertifikat Food Safety dari lembaga yang terakreditasi oleh KAN atau badan akreditasi yang memiliki MLA atau MRA dengan KAN/HACCP Plan bagi yang belum terakreditasi (khusus untuk klien yang produknya akan diekspor ke Uni Arab Emirates).
10. Data fasilitas, sebagai berikut:
Untuk industri olahan pangan, obat-obatan, kosmetika, dan barang gunaan pabrik/manufacture (nama dan alam pabirk, Person in Charge, hingga contact person).
11. Data produk, yaitu nama produk, kelompok porduk dan jenis produk
12. Data bahan (nama bahan, produsen, negara produsen, supplier, data dokumen bahan) beserta dokumen pendukung bahan kritis.
13. Data matriks produk, yaitu bahan yang digunakan untuk setiap produk. Khusus rumah potong hewan, terdapat tambahan data sebagai berikut:
a. Nama penyembelih
b. Metode penyembelihan (manual or mechanical)
c. Metode stunning (mechanial/electrical/tidak ada stunning)
Alur Pendaftaran
1. Pelaku usaha harus memastikan bahwa persiapan: mulai dari tempat produksi, proses produksi, penggunaan alat, dan juga bahan tidak mengandung tindakan atau bahan non halal.
2. Menyiapkan dokumen-dokumen yang sudah disebut di atas.
3. Melakukan pendaftaran ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
4. Mendaftar di LPPOM MUI melalui aplikasi Cerol-SS2300.
5. Jika sudah memiliki akun, maka akan muncul tagihan atau akad sertifikasi halal.
6. Pihak LPPOM akan melakukan monitoring preaudit, pelaksaan audit, dan pengambilan sampel.
7. Setelah itu dilakukan monitoring pasca audit.
8. Jika hasil sesuai dengan standar ketetapan yang sudah dibuat, maka produsen kosmetik akan memperoleh ketetapan dan status Sertifikasi Jaminan Halal.
9. Tahap terakhir adalah penyerahan sertifikasi halal dari BPJPH. Sertifikasi ini menjadi dasar penggunaan label halal pada kosmetik.
Penentuan Produk Kosmetik Halal atau Tidak
Menentukan produk kosmetik halal tidak hanya berdasarkan penggunaan bahan halal saja. Akan tetapi perlu penelitian lebih lanjut apakah kosmetik yang akan dijual masuk kategori toyib atau baik.
Kita ambil contoh sebagai berikut: produk pelembab A dalam proses pembuatan, alat produksi, hingga bahan utama masuk dalam kategori halal. Namun, produsen pelembab A menambahkan pewarna buatan yang dilarang oleh BPOM. Maka otomatis produk tersebut masuk dalam kategori haram. Oleh sebab itulah, penerbitan sertifikasi halal membutuhkan waktu yang lama.
Dalam kandungan produk kosmetik, LPPOM MUI mengatakan bahwa ada yang dinamakan dengan titik kritis, yaitu kemungkinan suatu zat menjadi haram. Seperti dilansir dari grafis.tempo.co ini beberapa bahan yang menyebabkan kosmetik halal bisa menjadi haram:
Produk Kosmetik Menggunakan Bagian Manusia
Kosmetik atau produk lain yang menggunakan bahan dari tubuh manusia dinyatakan haram. Hal ini merujuk pada ayat Al-Quran yang menyebut bahwa tubuh manusia tidak boleh dimanfaatkan untuk produk kosmetik. Misalnya adalah keratin dari rambut manusai, atau pemanfaatan plasenta bayi.
Unsur Hewan
Babi dan anjing tentu masuk dalam kategori haram untuk digunakan. Namun, cara penyembelihan tanpa syariat Islam yang benar juga berpotensi menyebabkan hewan yang halal digunakan menjadi haram.
Mikrobial
Produk mikrobial, seperti dikutip dari Tempo.co, adalah produk yang diolah menggunakan mikroba. Jika paa jasad renik ini mendapatkan makan dari sumber yang haram, maka produk tersebut tidak boleh digunakan kaum muslim.
Sintesis
Bagaimana dengan bahan tambahan yang tidak diharamkan namun berbahaya jika digunakan secara luas oleh masyarakat? Pewarna alami, pemutih yang melebih ambang batas yang sudah ditetapkan BPOM seperti merkuri mauapun hidriquinon, bisa saja tidak diizinkan untuk mendapat label halal.
Alkohol
Banyak sekali orang salah kaprah tentang penggunaan alkohol. Pada pembersih wajah, sering kali kita temui penggunaan bahan ini. Namun, yang dimaksud alkohol dalam wilayah haram adalah alkohol yang merupakan turunan langsung dari minuman keras. Jadi bukan alkohol antiseptik seperti dalam keperluan medis.
MUI sendiri, seperti ditulis dalam kumparan.com, mengharamkan penggunan etanol dan metanol, karena kandungannya yang sama dengan minuman keras. Sebagai solusinya, produk kosmetik bisa dan diperbolehkan menggunakan alkohol yang berasal dari tumbuhan dan minyak alami.
Tembus Air
Penggunaan kosmetik tidak boleh sampai menghalangi air wudhu ketika sholat. Oleh karena itu, LPPOM MUI juga melakukan tes apakah kosmetik yang diajukan tidak menghalangi proses wudhu.
Tanaman
Walau bahan nabati pada dasarnya halal, tapi bisa jadi dalam prosesnya menggunakan bahan tambahan atau pendorong yang mengubah bahan yang halal menjadi haram.
Di atas adalah uraian tentang faktor-faktor apa saja yang mampu mengubah produk kosmetik halal menjadi haram. Jika kamu merasa tidak yakin, akan lebih baik untuk melakukan konsultasi secara menyeluruh tentang batasa-batasan apa saja yang boleh dilakukan ketika memproduksi kosmetik.
Semoga artikel ini bisa menjadi salah satu penambah pengetahuan pelaku UMKM yang ingin memulai bisnis di bidang kosmetijk. Jangan lupa, jika dirasa artikel ini bermanfaat, bisa bagikan kepada teman-teman yang lain.