Pahami Acuan Label Gizi Sebelum Cantumkan Nurition Fact!

Estimasi durasi membaca: 4 minutes

Sektor makanan dan minuman adalah produk paling banyak yang dihasilkan oleh pelaku UMKM. Untuk menjamin keunggulan produk, pengetahun atas acuan label gizi akan sangat membantu baik pelaku usaha maupun calon konsumen. Namun, masih banyak masyarakat yang bingung dengan cara mengurus label nilai gizi.

Sebenarnya, jika makanan tidak melakukan klaim khasiat, misal ‘makanan ini mengandung vitamin X’ atau ‘minuman ini mengandung bahan Z’, maka tidak wajib mencantumkan informasi nilai gizi. Kecuali jika sedari awal, produsen sudah melakukan klaim. Begitu pula jika usaha yang dimaksud masih dalam kategori mikro maupun kecil.

Untuk menjaga agar batas penggunaan bahan tidak berlebihan, kita perlu mamahami terlebih dahulu apa sebenarnya angka kecukupan gizi (AKG). AKG adalah dasar bagi pemerintah hingga pemangku kesehatan untuk menetapkan acuan label gizi produk makanan atau minuman.

Zat gizi sendiri diartikan sebagai zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang:

a. memberikan energi

b. diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan/atau pemeliharaan kesehatan; atau

c. bila kekurangan atau kelebihan dapat menyebabkan perubahan karakteristik biokimia dan fisiologis tubuh.

Beberapa produk juga biasanya mencantumkan klaim pangan. Penulisan klaim tidak bisa sembarangan karena harus dihubungkan dengan acuan  label gizi, hasil uji lab untuk kandungan gizi, dan informasi nilai gizi.

Dalam hal ini klaim diartikan sebagai segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat produksi, pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya.

AKG Sebagai Dasar Acuan Label Gizi

Kita tentu sering mendengar bahwa kebutuhan gizi setiap orang berbeda. Perbedaan ini dasarkan pada jenis kelamin dan juga umur. Oleh karena itu, dalam peraturan menteri kesehatan nomor 28 tahun 2019 tentang angka kecukupan gizi masyarakat Indonesia, dibuat tabel sesuai dengan umur.

Standar kecukupan gizi juga penting untuk memastikan bahwa balita (bayi di bawah lima tahun) mendapatkan konsumsi yang sesuai. Kita bisa melihat di kemasan makanan atau minuman ada peringatan untuk tidak dikonsumsi untuk golongan usia tertentu. ALG juga digunakan untuk produk yang akan meklakukan klaim pada pangan olahan.

Mengapa mengetahui kebutuhan gizi penting bagi pelaku usaha? Saat ini banyak sekali makanan lokal yang tidak dimanfaatkan secara maksimal, padahal bisa dibilang bahan tersebut baik untuk dikonsumsi. Kita ambil contoh pisang, ketela, hingga umbi-umbian. Mempelajari nilai gizi akan membuat pelaku usaha punya kesadaran terhadap konsumsi masyarakat.

Selain itu, permintaan terhadap pangan organik sedang naik daun. Pencantuman label nilai gizi tentu akan memberikan nilai tambah di hadapan konsumen. Beberapa kelompok masyarakat yang alergi terhadap bahan tertentu juga bisa mengetahui kandungan dalam produk tertentu.

Mengetahui Acuan Label Gizi

Acuan label gizi (ALG) adalah acuan untuk pencantuman keterangan kandungan gizi pada label produk makanan. Setiap pangan olahan yang mencantumkan informasi nilai gizi haru memenuhi ketentuan ALG. Seperti sudah di ditulis di atas, penulisan label pangan dan informasi nilai gizi harus disesuaikan dengan ALG.

Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tuisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.

Label pangan berisi informasi nilai gizi atau yang biasa disingkat ING. ING adalah daftar kandungan zat gizi pangan pada label pangan sesuai dengan format yang dibakukan.

Beberapa persyaratan harus dipenuhi oleh pelaku usaha yang ingin mencantumkan informasi nilai gizi di kemasana produk:

1. ALG dihitung berdasarkan rata-rata kecukupan energi bagi penduduk Indonesia sebesar 2150 kilokalori per orang per hari.

2. Kandung zat gizi dalam pangan olahan tidak boleh lebih dari seratus persen ALG per hari, kecuali ditetapkan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

ALG ditetapkan untuk pangan olahan dengan sasaran usia:

1. usia 0-6 bulan

2. usia 7-11 bulan

3. usia 1-3 tahun

4. umum

5. ibu hami

6. ibu menyusui.

Pelanggaran Acuan Label Gizi yang Tidak Sesuai

Bagi pelaku usaha yang menyalahi persyaratan yang telah ditetapkan oleh balai pengawasan obat dan makanan, maka ada beberapa sanksi adminsistratif yang akan diterapkan:

a. peringatan secara tertulis

b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu

c. perintah menarik pangan olaha dari peredaran, dan atau;

d. pencabutan izin edar pangan olahan.

Perlu diingat bahwa balai pengawasan obat dan kosmetik juga melakukan pengawasan pre-market atau seteah pangan olahan diedarkan di masyarakat. Beberapa samplingakan diambil pasar, supermarket, atau bahkan warung untuk mengecek apakah kandungan gizi, klaim, dan lain-lain sesuai dengan yang tertulis di kemasan.

Oleh karena itu, lebih baik bagi pelaku usaha untuk melakukan pengujian, alih-alih mencantumkan klaim palsu atau justru penggunaan bahan tambahan yang dilarang karena implikasinya akan jadi lebih panjang. Pastikan juga untuk membaca penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam aturan BPOM sebelum membuat produk olahan makanan maupun minuman.

Dengan mengetahui acuan nilai gizi, tentu jadi lebih mudah untuk menentukan komposisi bahan tambahan apa saja yang akan ditambahkan dalam produk yang akan dijual. Jangan lupa untuk mengurus ke laboratorium terdekat sebagai bukti akurat dari uji kandungan gizi. Izin edar, baik PIRT maupun BPOM, hanya memperbolehkan surat keterangan gizi dari pihak berwenang saja.

Tinggalkan komentar